Upacara Shraddha Untuk Gayatri
Upacara Shraddha
1. Filosofi
Shraddha adalah upacara keagamaan yang dilakukan untuk menghormati dan memuliakan arwah leluhur. Dalam tradisi Hindu-Buddha di era Majapahit, ritual ini memiliki makna spiritual mendalam, bertujuan membantu arwah leluhur mencapai kesempurnaan di alam baka (moksha).
2. Tujuan Upacara Shraddha
- Mengungkapkan rasa hormat kepada leluhur.
- Membantu menyempurnakan perjalanan spiritual arwah leluhur.
- Menjaga harmoni antara manusia, alam, dan dunia spiritual.
- Sebagai wujud bakti keluarga terhadap leluhur.
3. Pelaksanaan Upacara
Waktu: Biasanya dilaksanakan dalam periode tertentu setelah kematian, umumnya pada hari ke-12 atau ke-1000.
Tempat: Pura keluarga atau tempat suci lainnya.
Ritual Utama: Melibatkan persembahan sesajen, pembacaan mantra suci, dan pementasan tari-tarian religius.
Sesajen: Berupa makanan, bunga, dupa, dan simbol-simbol persembahan lainnya.
Hubungan dengan Gayatri
Gayatri dianggap sebagai penjaga keseimbangan antara dunia fana dan spiritual, selaras dengan tujuan utama Shraddha, yaitu membantu leluhur mencapai kesempurnaan (moksha). Dalam Negarakertagama, upacara Shraddha disebutkan dilakukan untuk menghormati arwah Gayatri Rajapatni pasca wafatnya pada tahun 1350 M, menegaskan keterhubungan langsung antara ritual ini dengan sosok Gayatri.
Sraddha adalah peringatan 12 tahun kematian seorang tokoh, dan reportase Prapanca dalam Nagarakertagama menjadi satu-satunya catatan terperinci tentang cara Majapahit menggelar Sraddha. Upacara dipimpin rohaniwan istana yang telah mencapai sahacramasa, yakni berusia 1000 bulan atau di atas 83 tahun. Ritual dilakukan dengan ia memanggil roh Gayatri dan memasukkannya ke sanghyang puspa, atau arca medium roh. Upacara berlangsung khidmat, dan meriah di hari-hari penghujung. Ketika sraddha itu dilangsungkan pada tahun 1362 M, Candi Prajnaparamithapuri, tempat pendharmaan Gayatri, telah berdiri lama di Kamal Pandak. Nah, usai perayaan sraddha, istana menggagas untuk membangun satu lagi candi bagi Gayatri, yang dinamai Wisesapura. Lokasi yang dipilih adalah bhayalanö, dan lagi-lagi, Mpu Jnyanawidi ditunjuk sebagai pengurusnya. Dari sini timbul dugaan bahwa bhayalanö adalah nama kuno untuk kecamatan Boyolangu di Tulungagung.
Written by: Afrigh Arina
Komentar
Posting Komentar